Senin, 31 Agustus 2015

MENGENAL SYARIAT QURBAN

MENGENAL SYARIAT QURBAN


       (Oleh: Syaiful Amri, Mahasiswa STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya)

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam yang telah memberikan kepada kita banyak kenikmatan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihiwasalam yang diutus sebagai rahmat atas seluruh alam, demikian pula keluarga dan para sahabat beliau serta mereka yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir kiamat kelak...
Amma ba’du,

Di antara makna yang terkandung dalam pensyari’atan ibadah kurban adalah untuk mengenang Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail as dari agungnya ketaatan mereka dalam menjalankan perintah Allah Ta'ala. Melalui wahyu mimpi Allah Ta'ala memerintahkan Bapak para nabi tersebut untuk menyembelih putranya Nabi Ismail as dalam keadaan hidup-hidup. Maka serta merta dengan ketundukan yang besar dan kepatuhan yang tinggi beliau as menyambut dan memenuhi perintah Allah Ta'ala tanpa ada keraguan sedikit pun dalam hatinya. Kemudian sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan putranya, maka Allah mengganti Nabi Ismail dengan seekor sesembelihan (kambing) yang besar, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ 
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat [37]: 107)

Mulai saat itulah, kaum muslimin berkurban dengan menyembelih hewan ternak mereka dalam rangka melaksanakan perintah Allah Ta'ala. Karena menyembelih hewan kurban merupakan ketaatan yang paling utama. Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkadah, dan dimakruhkan bagi yang mampu melakukannya lalu meninggalkan ibadah tersebut. (Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq: III/320)

Definisi Kurban
Kurban dalam bahasa Arab berasal dari kata al-Udhhyiyah dan adh-Dhahiyyah, yaitu sebutan untuk binatang sembelihan seperti: unta, sapi, dan kambing yang disembelih pada hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) sebagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala. (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq: III/189)

Pensyari’atan Kurban
Allah swt mensyari’atkan berkurban dengan firman-Nya:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (١)فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (٢)إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”. (QS. Al-Kautsar [108]: 1-3)

š
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat)”. (QS. Al-Hajj [22]: 36)

Hikmah disyari’atkan berkurban
            Di antara hikmah yang termuat dalam syari’at ibadah kurban adalah:
     1.    Untuk mendekatkan diri pada Allah
Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’aam [6]: 162)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan; Mujahid mengatakan: “kata nusuk berarti penyembelihan hewan pada saat menjalankan ibadah haji dan umrah.” Dan Sufyan ats-Tsauri menuturkan bahwasanya nusukii berarti sesembelihanku. (Tafsir Al-Quranil Adhim, Ibnu Katsir: III/382)

     2.    Menghidupkan sunnah/tuntunan Nabi Ibrahim as. Allah memberikan cobaan dan ujian yang berat kepada beliau berupa perintah untuk menyembelih putranya tercinta Ismail as. Dengan bukti ketaatan dan kesabaran beliau as dalam merealisasikan perintah tersebut maka Allah menggantikan Nabi Ismail dengan seekor kambing kibas yang besar lalu Nabi Ibrahim pun menyembelihnya. Allah Ta'ala berfirman:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ 
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS Ash Shaffat [37]: 107)

     3.    Berbagi kebahagiaan dengan fakir miskin dengan memberikan sedekah kepada mereka
    4.  Mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh Allah, salah satunya ditundukkannya hewan-hewan ternak untuk kita. Allah Ta'ala berfirman dalam surat Al-Hajj yang artinya:

“kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Hajj [22]: 36-37)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkurban:

    1. Larangan bagi orang yang ingin berkurban untuk memotong rambut dan kukunya apabila telah masuk bulan Dzulhijjah. 

     Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu alaihiwasalam:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ، فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan seorang dari kalian hendak berkurban, maka hendaknya dia menahan (untuk memotong) rambut dan kuku-kukunya”. (HR. Muslim 1977)

2. Umur hewan sembelihan

Rasulullah Shalallahu alaihiwasalam bersabda:
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْن
“Janganlah kalian menyembelih selain Musinnah[1], kecuali apabila kesempitan menimpa kalian, maka (tidak mengapa) kalian menyembelih Jadza’ah[2] dari domba”. (HR. Muslim 1963)

3. Binatang kurban tidak boleh memiliki cacat

Rasulullah Shalallahu alaihiwasalam bersabda:
أَرْبَعٌ لَا يُجْزِيْنَ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلَعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“Ada empat binatang yang tidak boleh dijadikan buat kurban, yaitu: binatang yang buta yang jelas kebutaannya, yang sakit yang jelas sakitnya, yang pincang yang jelas kepincangannya, dan yang patah yang tidak dapat disembuhkann”. (Shahih Al-Jami’ As-Shaghir, Albani 886)

4.Menyembelih dengan cara yang baik dan menggunakan pisau yang tajam                            


    Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shalallahu alaihiwasalam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Syaddad bin Aus t ia berkata:


ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ Shalallahu alaihiwasalam قَالَ: (إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ)

"Dua hal yang aku hafal dari Rasulullah saw: (Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka berbuat baiklah dalam cara membunuh. Apabila kalian menyembelih maka berbuat baiklah dalam cara menyembelih. Maka hendaklah salah seorang 
dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya)". (H.R Muslim 1955

5. Disunnahkan untuk mengarahkan hewan kurban ke arah kiblat dan mengucapkan

     Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan hal tersebut dalam kitabnya “Zaadul Ma’aad”: (juz. II, hal. 323) dengan membawakan sebuah riwayat dari Abu Dawud, bahwa Nabi saw tatkala mengarahkan hewan kurban beliau ke arah kiblat beliau seraya mengatakan:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّموَاتِ وَالأرْضِ حَنِيْفاً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمَرْتُ وَأَنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ
:Dan di saat menyembelih mengucapkan 

بِاسْمِ الله وَاللهُ أَكْبَر، اللّهمّ هَذاَ مِنْكَ وَلَكَ

Dan pengucapan basmalah sendiri adalah wajib berdasarkan dalil dari Al-Qur'an, yaitu firman Allah Ta'ala
وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ 

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (QS Al-An’am [6]: 121)

Demikian pemaparan singkat ini kami ketengahkan, mudah-mudahan pembahasan tersebut bermanfaat. Wallahu a’lam.





[1] Musinnah, yaitu binatang yang sudah cukup umur. Untuk unta berusia 5 tahun, sapi 2 tahun, dan kambing 1 tahun. (Fiqih Muyassar, hal. 193)
[2] Jadza’ah, yaitu domba yang masih berumur 8 atau 9 bulan.

0 komentar:

Posting Komentar